Sabtu, 04 Februari 2017

Mengenal Baitul Al-Asyi, Rumah Haji Aceh di Mekkah










PHA3M -- JAMAAH haji asal Aceh begitu istimewa dibandingkan jamaah dari seluruh provinsi di Indonesia. Istimewanya karena setelah dua atau tiga hari tiba di Arab Saudi, kita langsung didatangi panitia pembagian dana Baitul Al-Asyi, seperti yang kami alami saat masih menjadi calon haji. Untuk tahun ini, setiap jamaah asal Aceh mendapat 1.200 riyal, setara dengan Rp 4.800.000 (1 riyal = Rp 4.000).

Pembagian itu langsung diumumkan di setiap hotel tempat jamaah asal Aceh mengingap. Padahal, di hotel tersebut juga menginap jamaah dari beberapa provinsi lain. Mereka acap terheran-heran, mengapa hanya calon jamaah haji dari Aceh yang kebagian “bonus” seperti ini.

Nah, ini memang hasil kesepakatan antara pihak pengelola Baitul Asyi dengan Kementerian Agama RI. Sebenarnya pihak Baitul Asyi pernah menawarkan kepada Kementerian Agama RI supaya jamaah haji Aceh tinggalnya terpisah dari jamaah daerah lain. Jika tawaran ini sempat diterima kementerian agama kala itu, maka sangat besar peluang jamaah haji Aceh tinggal di Hotel Alaf Almashaer yang memiliki 310 kamar. Hotel ini terletak di Jalan Ajyad. Jaraknya hanya 300 meter dari Masjidil Haram. Bukan hanya Elaf Almashaer, sekitar 100 meter lagi ke depannya ada Hotel Ramada berkapasitas 1.000 kamar.

Namun, karena pihak kementerian agama pada saat itu tak mau repot alias mau seragam dalam hal pemondokan bagi seluruh calon jamaah haji (CJH) dari Sabang hingga Merauke, maka saat ini kita mendapat pemondokan yang jaraknya 5 km dari Masjidil Haram. Kompensasinya, CJH Aceh dapat dana Baitul Asyi (dana rumah wakaf Aceh)

Dari mana sumber dana Baitul Asyi? Dahulu kala, ada putra Aceh yang merantau ke Arab Saudi. Karena gigih, Allah memberinya kesuksesan. Beliau kemudian mewakafkan sebagian hartanya berupa rumah yang diperuntukkan bagi pemondokan jamaah haji yang berasal dari Aceh.

Dalam ikrar wakafnya disebutkan bahwa pemondokan berupa rumah-rumah itu diwakafkan untuk orang Aceh yang berhaji. Kedua, untuk orang Aceh yang menuntut ilmu di Mekkah. Ketiga, orang Aceh yang bermukim di Mekkah. Jika ketiga kelompok ini tak ada lagi, maka jatuh kepada orang Jawi (etnis rumpun Melayu yang muslim). Jika tak ada lagi orang Jawi yang berhaji, maka wakaf itu jatuh ke Masjid Haram.

Indatu Aceh yang sangat dermawan itu bernama Habib Buja’ Al-Asyi atau disebut juga Habib Bugak Samalanga.

Ada beberapa kapling Baitul Asyi. Dari hasil inventarisasi yang saya lakukan dan berkoordinasi dengan pihak pengelola Baitul Asyi, setidaknya ada empat lokasi Baitul Asyi. Yakni, Hotel Elaf Almashaer, terletak di Jalan Ajyad Mekkah Almukarramah. Jaraknya dengan Masjid Haram hanya 300 meter. Jumlah kamar ekonominya 270, jumlah kamar eksekutif 34. Sewa kamar ekonomi per malam 650 riyal.

Status hotel ini masih dikelola oleh perusahaan yang membangunnya beberapa tahun lalu dengan perjanjian 20 tahun dikelola oleh pengembang. Setelah selesai kontrak, barulah dikembalikan ke Wakaf Baitul Asyi. Tapi saat ini Baitul Al Asyi juga mendapatkan bagi hasil dari bisnis hotel tersebut sesuai perjanjian.

Berikutnya Hotel Ramada, berkapasitas 1.000 kamar, juga di Jalan Ajyad Mekkah. Berjarak 400 meter dari Masjid Haram. Cuma, hotel ini sudah tiga tahun tak diizinkan beroperasi oleh Kerajaan Arab Saudi karena terimbas perluasan Masjidil Haram. Tapi hingga kini belum dibayarkan juga kompensasi akibat larangan beroperasi itu.

Luas tanahnya 3.000 m2. Jika diganti rugi, untuk harga tanahnya saja sekitar 350.000 riyal/m2. Dikalikan luas tanah, maka totalnya Rp 4,2 triliun. Belum lagi harga hotelnya yang belasan lantai dengan 1.000 kamar tidur. Jika nanti jadi diganti rugi, maka akan dibeli lahan di tempat lain dan juga akan dibangun hotel baru.

Yang ketiga adalah Hotel Wakaf Abi Bugak Asyi di Jalan Haram Tayeef daerah Aziziyah, Mekkah. Jumlah kamarnya 343 kamar dengan fasilitas mushala di lantai dasar, restoran, dan lainnya. Bangunan ini tujuh lantai. Jaraknya dengan Masjidil Haram lebih kurang 6 km. Hotel ini dibangun dan dikelola langsung oleh Baitul Asyi.

Selain itu, ada sebuah kantor berlantai empat. Ini adalah markasnya Baitul Asyi di daerah Aziziyah. Hingga tahun ini Baitul Asyi sudah membayar Rp 240 miliar sejak tahun 2006. Kita berharap ke depan akan ada pengelolaan yang lebih profesional dan dana yang dibagikan untuk masyarakat Aceh dapat digunakan dengan lebih baik lagi sesuai tingkat keekonomiaan pada masa generasi mendatang. Wacana ini bukan berkiblat kepada harta, tapi justru harta wakaf untuk rakyat Aceh yang berdekatan dengan tempat kiblatnya umat Islam. Ini investasi yang sangat strategis.

Semua hal yang luar biasa itu adalah buah dari wakaf indatu Aceh tempo dulu. Lalu bagaimana dengan generasi di bawahnya, termasuk kita saat ini? Apa kita hanya akan memetik buahnya saja, tanpa terpikir untuk bisa melakukan investasi akhirat atau mewakafkan kembali sesuatu yang bermanfaat bagi generasi mendatang? (sumber: H Jamaluddin ST)

Home | UD Paju Marbun | Sultan Group | IMECH | BeritaDekhoCom | TobaPosCom | KBAA

1 comments:

Featured News

PHA3M Home | UD Paju Marbun | Sultan Group | IMECH | BeritaDekhoCom | TobaPosCom | © 2014 - Designed by Templateism.com, Distributed By Templatelib